Powered By Blogger

Kamis, 21 April 2011

Proyek PNPM-MP Tuai Sorotan Warga Dua Kecamatan di Mamasa

SEJUMLAH proyek di dua kecamatan di Kabupaten Mamasa yang pengerjaannya bersumber dari dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Madiri Pedesaan (PNPM-MP) oleh warga mulai disoroti. Pasalnya, dari sejumlah proyek yang sudah dikerjakan di dua kecamatan, yaitu kecamatan Aralle dan Mambi, beberpa diantaranya, dianggap warga bermasalah. Bahkan sampai proyek itu dinyatakan selesai, pemanpataannya tidak juga kunjung bisa dirasakan secara maksimal. Lantaran mengalami kerusakan sebelum sempat benar-benar maksimal difungsikan.

Pantauan suaramandar.com di desa Uhailanu kecamatan Aralle, tepatnya di tiga dusun yakni dusun Lingku, Salu Kanang, dan Laehok, yang seharusnya telah menikmati penerangan listrik di malam hari dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang dibangun menggunakan dana PNPM-MP hingga menginjak bulan keenam. Terhitung sejak selesai dikerjakan, hingga kini warga tak kunjung dapat menikmati buah dari penggunaan dana tersebut.

“Memang iya, sekitar satu bulan pernah listrik disini menyala. Namun kemudian tidak lagi. Parahnya ketika listrik menyala itu, bukannya kami menikmati, yang justru merusak beberapa alat elektronik yang kami punya, karena terbakar. Belum lagi disebut berapa balon (bohlamp--red) yang korslet,” Ujar Anasiah (42) seorang ibu rumah tangga pemilik sebuah warung yang lebih akrab dipanggil Ana saat ditemui di warungnya Rabu (22/12).

Selain itu kata Bu Ana, Tim Pelaksana Kegiatan (TPK ) yang ditunjuk berdasar hasil musyawarah desa, sering melakukan kegiatan yang tidak sesuai hasil rapat. Anehnya pengawas PNPM dari kecamatan maupun kabupaten seakan tidak mengetahui persoalan yang tengah diributkan warga. “Padahal kami pernah mau usul, kalau memang ada alat yang kurang, kami siap tanggung dana kalau mau dibeli," lanjut Anasiah.

Sementara itu Sarmin (22) salah seorang tokoh pemuda mantan aktivis KPPMA (Kesatuan Pemuda Pelajar Mahasiswa Aralle), warga desa Uhailanu, yang hari itu Rabu (22/12) yang juga berada di warung Ana bersama suaramandar.com, membantah alasan kurangnya alat. Sebab kata Sarmin, tidak mungkin sebuah proyek yang sudah direncanakan dan menggunakan uang Negara bisa sampai kekurangan alat.

“Perencanaan dan pendanaannya kan sudah di tentukan ? bagaimana mungkin bisa alatnya kurang ? kecuali kalau uangnya itu masuk kantong,"  gerutu Sarmin. Seirama dengan itu, sejumlah msayarakat di kelurahan Aralle juga mengeluhkan pembangunan sebuah jembatan gantung. Meski jembatan itu dibangun sejak dua bulan lalu namun sampai hari ini masih sebatas tiang di kedua tepian sungai, itupun belum selesai. Padahal sepengetahuan masyarakat, sesuai janji yang di sampaikan pelaksana pembangunan, hanya butuh waktu 90 hari untuk di fungsikan. Tetapi yang ada kini, justru pembangunan jembatan yang melintas diatas suangai Aralle menghubungkan perkampungan dengan areal perkebunan warga itu mandek.

Salah seorang staf kecamatan yang yang kerap ditunjuk mengikuti pelatihan PNPM-MP di tingkat kabupaten, ketika di hubungi mengatakan, keterlambatan itu disebabkan kelangkaan bahan bangunan berupa semen yang sulit didapatkan karena kondisi jalan yang rusak sehingga mobil pengangkut bahan bangunan untuk sampai di Aralle terhalang.

Masalah serupa juga terjadi di Desa Aralle Timur.  Sebuah jembatan gantung yang dibangun juga pengerjaanya mandek di tengah jalan. Alasannya, menurut penuturan sumber dikecamatan, adalah juga sulitnya mendapatkan bahan bangunan.  Padahal pembangunan itu masih anggaran 2009.

“Alasannya besi penyangga yang menjadi penopang utama jembatan sulit di dapatkan. Padahal
dari awal kami sudah ingatkan kepada TPK desa, kalau tidak mampu mengadakan bahan lebih baik pengerjaannya diserahkan kepada pihak lain,” ujar sumber yang menolak namanya dicatatkan.

Sementara itu di kelurahan Talippuki kecamatan Mambi, pembangunan jembatan gantung yang melintas diatas sungai Mambi menghubungkan Dusun Lombongan dengan dusun Pepana  juga menuai sorotan warga. Pasalnya, jembatan tersebut belum lama difungsikan sejak selasai

dikerjakan, fisik jembatan tampak sudah mulai rusak. Hal itu terlihat dari beberapa papan lantai yang mulai copot. Sementara besi yang menahan beban jembatan sudah mulai kendor sehingga jembatan terlihat melengkung dan dihkawtirkan terseret banjir yang setiap saat bisa terjadi.

“Saya bandingkan dengan jembatan di desa lain, ini ( jembatan-red ) sungguh tidak layak. Besinya saja sudah ada yang putus,” ujar Cahyadin (20) mahasiswa dan salah seorang tokoh pemuda asal Lombongan yang akrab dipanggil Adin saat berbincang dengan suaramandar.com ditengah keramaian pasar Mambi Kamis (23/12). Selain itu masih kata Adin, pengerjaannya tidak transparan, "buktinya sampai hari ini saya juga tidak tau berapa anggaran pembangunannya. Karena tidak ada papan proyek.”

Mengaku Banyak Kendala
Fasilitator teknik kabupaten (Fastekab PNPM-MP) kabupten Mamasa, Andi Wahyuddin saat dihubungi mengakui, pihaknya masih banyak menghadapi kendala dalam pelaksanaan kegiatan di desa. Pria yang akrab disapa Pak Andi ini mengatakan, permasalahan yang timbul, tidak terlepas dari kesadaran masyarakat dalam mengelola dan mengawasi pelaksanaan sebuah kegiatan pembangunan yang bersumber dana dari PNPM-MP.

Sebab kata Andi, semua pelaksanaan kegiatan tersebut sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat. "Jadi masyarakat harus aktif mengawasi, dan kami hanya memfasilitasi,"urainya. Walau begitu, masih menurut Andi, pihaknya sebagai fasilitator tidak henti-hentinya memberikan pemahaman kepada masyarakat, namun di pungkiri, kata Dia, "ada saja pihak yang diserahi tanggung jawab oleh masyarakat berdasarkan musyawarah namun dalam pelaksanaan peran dan kepercayaan itu seringkali disalah gunakan, atau dikelola secara tidak terbuka karena yang terlibat masih merupakan anggota keluarganya".

Menghadapi permasalahan tersebut, pihaknya merasa tidak berdaya karena yang mengetahui siapa yang mampu dan bisa dipercaya dalam mengelola sebuah kegiatan pembanguan adalah pemerintah desa setempat. Sementara para kepala desa kata Andi, dalam mengusulkan calon anggota TPK lebih sering menunjuk anggota keluarganya sendiri.

Oleh sebab itu kata Andi, pihaknya sangat berharap pada masyarakat agar memiliki kesadaran dalam mengelola, mengawal dan mengawasi program yang tengah digalakkan, agar sesuai yang diharapkan. “Tidak perlu pintar yang penting bisa dipercaya mengelola kepentingan masyrakat.” tandas Andi Wahyuddin.

Sumber : http://suaramandar.com/home

Tidak ada komentar:

Posting Komentar