Powered By Blogger

Kamis, 21 April 2011

Keliru, Lahan Pertanian Produktif Dialih Fungsi untuk Mendirikan Bangunan

ARALLE Sejak Mamasa berdiri sendiri menjadi satu kabupaten, meski tertatih, wajah sejumlah wilayah kecamatan di daerah pegunungan Pitu Ulunna Salu (PUS) ini terus mengalami perubahan seiring perkembangan kemajuan pembangunan fisik yang terus diupayakan oleh pemerintah kabupaten maupun provinsi. Tak terkecuali di Kecamatan Aralle. Sejumlah pasilitas gedung pemerintah kecamatan dan gedung pasilitas umum lainnya yang dibangun Pemkab dan Pemprov terus bertumbuh di wilayah ini. Bagi warga PUS, ini tentu sesuatu yang patut disyukuri.

Sebagai contoh, Bila ditahun-tahun sebelumnya anak-anak warga Aralle yang telah lulus dari SMP Negeri 03 Mambi (sekarang SMP 01 Aralle--red) harus jauh-jauh ke Mambi yang berjarak lebih kurang sepuluh kilo meter dengan jalan kaki untuk melanjutkan sekolah ke jenjang SLTA di SMA Negeri 1 Mambi, sebagai satu-satunya sekolah SLTA negeri di wilayah eks Kecamatan Mambi ketika itu. Sekarang hal tersebut tak lagi terjadi. Di Aralle Kecamatan Aralle telah berdiri SMA negeri 1 Aralle lengkap dengan fasilitas gedungnya yang baru. Jalanan pun telah di benahi dan tak perlu harus jalan kaki. Sementara itu , gedung-gedung yang lain pun terus tumbuh disana sini.

Yang akan datang, dalam waktu dekat, lokasi pasar Aralle yang sebelumya, selama puluhan tahun yang lalu sejak di bangun berada tak jauh dari pemukiman penduduk dan pernah disapu banjir bandang karena berada diatas tanah dekat bantaran sungai dan tercatat sedikitnya telah dua kali meluap dan menyapu pemukiman sekitar, pun juga akan segera direlokasi. Tanah tempat pembangunan gedung pasar baru pun, menurut informasi, telah pula disiapkan.

Sementara itu rumah-rumah dan tempat pemukiman baru warga terus pula bertumbuh di areal-areal baru yang sebelumnya tidak pernah ada. Hal ini, menurut sejumlah kalangan, dipengaruhi oleh keinginan warga untuk lebih dekat dengan pusat kearamaian dan kemudahan menjangkau jalanan yang pula terus diperbagus dan diperlebar. Terbukti kian banyaknya warga yang sebelumnya bermukim di dusun-dusun agak terpencil dibalik gunung dan bukit, berbondong-bondong mendekati dan mendirikan pemukiman di sekitar jalan raya dan pusat keramaian. Sehingga muncul kesan, yang tadinya desa dengan rumah-rumah penduduk yang terpisah-pisah, menjadi kota yang harus tertata dengan model bangunan yang padat.

Namun kemajuan-kemajuan pembangunan fisik yang berupa gedung-gedung tersebut ternyata menyisakan keresahan dihati sebagian warga yang merasa khawatir akan akibat ketidak seimbangan pada pembanguanan sumber perekonomian warga yang seakan dinafikan oleh pemerintah.

Keresahan dan kekhawatiran ini cukup beralasan. Betapa tidak, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tambahan seiring perkembangan kemajuan, tidak sedikit dari mereka yang menebusnya dengan menjual satu-satunya sumber kehidupan ekonominya yang berupa lahan pertanian kepada pemerintah dan swasta untuk kepentingan pembangunan gedung. Tentu saja yang memetik untung adalah para pemilik modal seiring meningkatnya kebutuhan akan lahan untuk pembangunan.

Hal inilah yang terjadi pada sejumlah pembanguan gedung fasiltas umum dan pemukiman baru warga. Mereka, para pemilik modal yang membeli atau memiliki sawah dengan segerah akan menyulap lahan pertanian yang sebelumnya menjadi sumber penghasilan para petani penggarap dan atau buruh tani, menjadi lokasi pemukiman baru atau dijual kepada pemerintah untuk mendirikan gedung.

Pemerintah Sibuk Bangun Citra

Kenyataan ini tentu akan sangat berpengaruh pada perekonomian masyarakat. Sebab bila sebuah lahan yang sebelumnya merupakan sawah tempat bercocok tanam dan merupakan sumber penghidupan warga yang kebanyakan petani, lalu kemudian berubah fungsi dengan pembangunan gedung dan rumah-rumah, tentu akan ada orang yang kehilangan pekerjaan dan penghasilan sebagai petani, entah ia penggarap atau buruh. Kesimpulan tersebut terungkap dari bincang-bincang Suaramandar.Com dengan sejumlah tokoh masyarakat dan petani.

Syahril (43), misalnya, salah seorang petani yang selama ini sering menggarap beberapa petak sawah milik kerabatnya mengakui kenyataan tersebut akan sangat berdampak pada perekonomian mereka.
"Sedangkan sawah-sawah yang ada masih digarap semua, warga masih sering kekurangan, apalagi kalau sebagian sudah tidak digarap lagi. Jumlah hasil panen juga tentu berkurang. Lalu kita akan kemana ?" Ujar Syahril bernada tanya.

"Saya masih ingat, raskin (beras jatah orang miskin--red) yang dijual murah pemerintah itu, dulu masih sering dijual kembali oleh warga. Karena rasanya tidak sama dengan beras hasil panen sendiri. Tapi sekarang, raskin pun tak cukup dan malah sering menimbulkan masalah karena sering disalah gunakan," ujar Syahril.

Sementara itu, seorang tokoh masyarakat PUS yang namanya enggan dicatatkan, dalam sebuah perbincangan menyebut, sikap pemerintah yang lebih senang mendirikan bangunan diatas lahan pertanian produktif, merupakan kekeliruan besar. Menurut dia , meski pembangunan tetap harus berjalan, tetapi tidak mesti mencari jalan pintas dengan merusak sumber perekonomian masyrakat. Seharusnya pemerintah mencari jalan lain yang terbaik tanpa mengorbankan masa depan warga.

"Jangan merusak sumber perekonomian warga. Kalau perlu, kebiasaan pengalihan fungsi lahan pertanian itu dibuatkan aturan dan dibatasi. Sebab tidak akan semua warga  masyarakat menjadi pegawai kantor. Tentu tetap akan ada yang jadi petani. Dan jika ini tidak segera diantisipasi pemerintah, jangan heran kalau kemudian muncul berbagai macam penyakit sosial di tengah masyarakat," tegasnya.

Bahkan ia menyebutkan, pembangunan yang serampangan yang dilakukan oleh pemerintah yang terkesan hanya mengutamakan pencitraan akan berdamfak tidak baik bagi warga, "dari sinilah kita bisa melihat konsep yang diterapkan seorang pemimpin sebagai bukti keseriusannya sebagai pemerintah akan keberpihakannya pada masyrakat kecil. Jangan hanya sibuk membangun citra dengan bangunan-bangunan baru. Padahal untuk masyarakat kecil, manfaatnya untuk apa ?" ucapnya bernada tanya.

Sumber : http://suaramandar.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar