Powered By Blogger

Kamis, 10 Februari 2011

Sahabat Sejati

Bingung. Barang kali kata ini kurang tepat. Tetapi mungkin itu ungkapan yang sedikit bisa menggambarkan rasa yang mennyelimuti hati saat mata terpaku pada layar komputer  yang dengannya kukenal dirimu dan sedikit tentang dunia.

Aku bingung akan mulai dari mana saat hendak merangkai kata untuk mulai menyusun kalimat - demi kalimat. Kalimat yang lalu akan jadi paragraph  yang dengan itu aku berharap akan mampu lukiskan kepingan kenangan yang telah berlalu dari lakon panggung  kehidupan dunia maya ini. Dunia sandiwara. Dunia dimana dalam sebuah episode dari banyak kisahnya, kita berada diantara para pemerannya.

Akan kumulai dari mana ? Sementara kepingan itu bersiliweran dan campur – aduk dengan potongan kenangan dari hari – hari yang pernah kulalui dari kehidupanku yang sesungguhnya. Sehingga yang melintas dalam ingatan adalah bayangan serupa iklan sambal di layar TV yang lalu berganti iklan sampo dengan rambut panjang hitam seorang perempuan. Disusul iklan cara perawatan payudara dengan produk tertentu agar terlihat lebih seksi kemudian berganti produk pembersih khusus wanita yang dengan memakai itu, katanya, dijamin bakal tambah disayang suami.

Akan kumulai dari mana ? sementara permimntaan darimu untuk menuliskan kisah tentang kita yang kini kau beri nama, sahabat sejati, yang kisahnya, aku sendiri tak pernah tahu entah akan berakhir bagaimana, telah kuanggap semcam kewajiban untuk melaksanakan dan menjalani kisahnya.

Wajib mencatatkan dan menjalani kisahnya, meski kisahnya akan serupa perjalanan kisah hidup Mbah Maridjan yang lakon hidupnya berakhir dengan belaian hangat wedhus gembel dari puncak Merapi. Gunung yang selama ini ia jaga dengan setia. Namun kini Merapi mulai rewel lagi dan sering batuk-batuk dan meludah sembarangan. Lalu, tubuh kaku pun bergelipangan termasuk tubuh tua Mbah Maridjan.

                                             ***
Aku bertemu dan mengenalmu dua bulan lalu dan kini menginjak bulan ketiga. Berawal dari facebook. Malam itu, sebuah foto yang sesaat membuatku terpaku, tampil dengan wajah yang begitu akrab dan seakan telah mengenalnya namun entah dimana.

Detik itu juga kukirimkan sebuah permintaan tuk mengenal lebih dekat dan berharap apat berbagi meski hanya berupa untaian kata karena kutahu baru sekali ini melihatmu walau parasnya begitu akrab melakat.

Di akun facebook itu tertulis namamu. Engkau tinggal disebuah kota yang saat ini mimpipun tak bisa menjelaskan kepadaku seperti apa suasana dan keadaannya. Tapi dilayar ini sebuah foto begitu jelas menggambarkan suasana senja di sebuah pantai yang katamu menjadi tempat paling sering kau kunjungi saat hendak melepas lelah dari banyak kesibukan yang juga katamu menjadi ciri seorang wanita karier. Dan untuk menjelaskan itu engkau seratkan pula lebih banyak foto yang menceritakan padatnya jalan raya kotamu. Juga sebuah suasana sebuah kafe yang diatas mejanya dipenuhi botol minuman. Di stage kafe itu, alat musik dan beberapa orang pemusik menerbangkan beberapa orang lelaki dan perempuan dengan pakaian mini melambung kealam khayal dengan goyangan yang nampak erotis.

Tapi aku suka foto suasana senja di pantai apalagi disana aku dapat menatap foto wajahmu yang tampak akrab. Aku tak tahu akan seperti apa gerangan getaran hati yang terasa, andai foto wajahmu kutatap dengan latar deretan pematang sawah dengan padinya yang menguning. Atau latar sebuah bukit dengan bunga ilalang yang memutih di pagari hijau pepohonan di kejauhan. Sementara angin gunung semilir membelai rambut hitammu yang panjang dan sesekali menutupi wajahmu yang bagai bulan dikala purnama.

Tak sadar, aku telah membawamu berkeliling dalam dunia khayalku. Menyusur pantai. Bermain diantara sawah dengan padi yang menguning. Menyusur jalan setapak berkelok kepuncak bukit dengan bunga ilalang yang memutih diselingi nyanyian burung murai yang berlompatan dari ranting ke ranting pepohonan di kejauhan dengan aroma kembang hutan yang diterbangkan semilir angin sepoi-sepoi.

                                           ***
Butuh waktu untuk dapat mrnjalin komunikasi denganmu. Sampai ketika suatu hari kita tengah berada diantara mereka berselancar dalam dunia yang ramai ini namun menurutku tetapa saja sepi. Kala itu ada yang berbeda dari saat pertama melihatmu. Namun wajah itu tak mungkin membohongiku, kalau dia begitu sering bermain dalam dunia sepiku jauh sebelum kutahu namamu yang setiap saat bisa berganti.

Kala itu kuberanikan diri menyapamu. " Hai...Apa kabar ? " enter, sebuah pesan obrolan terkirim.

" Kabar baik. Ada yang bisa saya bantu ? " jawabmu setelah sekian menit menunggu.

Ahirnya obrolan demi obrolan berhasil kita bangun, dan kufikir kehadiranmu telah menajdikan ramai hari-hariku yang  sepi ditengah bising. Dan aku merasa tidak ada sesuatu hal yang menghalangimu untuk berbagi denganku.

Sampai pun ketika memilih wajah itu untuk menjadi bagian dari sesuatu yang seharusnya kulakukan  atas persetujuanmu, perasaan tentang engkau yang tak terhalangi  untuk berbagi masih belum berganti. Hingga akhirnya kutahu darimu tak seharusnya itu terjadi. Dan hari-hari berikutnya mengertilah aku mengapa dan memamng sebuah kesalahan besar telah kulakukan.

"Aku minta maaf ya sudah bikin kamu kecewa...! aku brterimah kasih karena kamu telah mengorbankn perasaanmu terhadap diriku. Aku akan selalu mengenangnya. Semoga di dunia nyata kamu bisa menemukan sosok yang lebih berarti dari aku. Amin !" ucapmu dalam sebuah pesan yang kau kirim.

Membaca pesan itu, seketika saya menemukan diri telah terlempar jauh kemasa silam. Masa saat ketika tengah berada dalam sebuah suasana. Suasana serupa hendak melepas seseorang yang begitu sangat berarti dalam hidup yang hendak akan pergi dan entah akan kembali.

Kala itu, di suatu senja.  Matahari sore seakan turut bersedih dengan cahayanya yang basah berkilau diatas bukt-bukit ombak yang tak lagi biru.

"Tidak. Tidak ada yang salah. Engkau tidak mesti minta maaf padaku. Aku senang telah mengenal kamu karena mengingatkanku pada wajah seseorang yang telah menjadi bagian dari masa yang telah berlalu dari kisah perjalanan hidupku. Dan aku tahu mustahil memutar kembali waktu yang telah pergi untuk kembali selain menghadirkannya sebagai kenangan. Enkau tentu bisa memahami itu. Iya kan ?” tulisku dalam sebuah pesan.

“Kecewa yang ada mungkin hanya pada kenyataan yang ternyata hanya sebuah kenangan yang bangkit dari mengenalmu. Dan ku fikir, itu juga tidak salah. Jadi siapa yang mesti dimaafkan selain diriku yang tidak mampu bedakan antara kenangan dan kenyataan ? Dan engkau tidak tahu itu. Aku yang seharusnya sadar. Sebab aku yang sepantasnya mohon maaf atas ketidak sadaran itu sebelumnya. Maaf"  pesan yang kutulis mungkin terlalu panjang.

“ Benar. aku tidak tahu sama sekali apa yang terjadi denganmu. Begitu berartikah mengenal diriku buat kamu ? Menurutku untuk apa menghadirkan kenangan itu kalau hanya kenangan pahit, ?" katamu dalam pesan saat kubuka di pesan masuk.

" Bukan kenangan pahit. Tapi kita kadang tak bisa memilih. Namun saranmu akan menjadi masukan buat aku. Seharusnya aku menyadari, betapa waktu telah mengantarkan aku dalam sebuah episode dari kisah kehidupan dengan peran dan skenario yang berbeda.

Tapi harus diakui, kita yang ada sekarang adalah bagian dan produk dari masa lalu.
Masa lalu yang sedikit banyak telah memberi warna pada kita dalam memandang dan mennjalani hari-hari dari hidup yang sedang dijalani." Kembali kubalas pesan darimu. Kali ini masih agak panjang.

"Tapi aku ingin tahu satu hal dari kamu mengenai diriku. Apakh kamu memiliki perasaan lain selain rasa kagum terhadap ku ? Maaf kalau aku lancang menanyakan hal itu ! kalau bisa di jawablah dengan bahasa yang bisa aku mengerti. He…he…he !" pesanmu kali ini membuatku sedikit bergetar. Katamu aku sangat sering menulis kalimat dengan bahasa yang susah dimengerti.

" Perasaan lain itu ada. Namun, aku bingung serta tak berani menyimpulkan perasaan itu apa dan bagaimana membahasakannya. Karena aku sendiri tidak yakin sebab itu mustahil.

Yang bisa aku gambarkan untukmu adalah,  aku  merasa begitu sedih, dan bertahan untuk tidak meneteskan air mata setiap kali sedang berada di depan layar komputer dan menatap foto itu. Dan perasaan itu makin kuat menyerangku saat menyadari adalah merupakan sesuatu yang tidak sepantasnya bila aku harus mengenal dirimu lebih dari itu.

Seakan aku berada dalam sebuah situasi ketika  akan melepas seorang yang begitu berarti dalam hidup dan hendak pergi meninggalkan aku. Dimana, saat kepergiannya itu adalah merupakan hari pertemuan terakhir dengannya.
Tapi. perasan itu hadirnya sesaat karena dengan segerah akan aku tepis dan coba untuk tidak lebih lama berada dalam dunia khayal, serta secepatnya menarik diri kembali berpijak pada kenyataan."

" Berpijak pada kenyataan . Itu adalah hal yang paling bijak untuk kita lakukan. Kita tidak seharusnya terbelenggu oleh dunia khayal. Banyak hal yang semestinya kita tidak terlalu percaya dalam dunia maya ini. Tapi mengenai perasaan itu aku bisa memahami dan itu tdak akan aku lupakan. Insya Allah. Dan semoga dengan adanya semua ini, kita bisa menjadi sahabat sejati. Ya ? Bangkitlah sobat. Kita masih bisa berbagi kok. Ok ?" ucapmu.

Mengingat kata yang kau ucapkan itu, aku benar - benar nyaris kehilangan kata yang bisa dirangkai sekedar menggambarkan sedikit rasa yang mampu terungkap dari sekian banyak perasaan yang campur-aduk. Namun aku tetap harus bertahan. Dan hanya dengan mencoba menata kepingan-kepingan kenangan terindah yang pernah ada yang mampu menghalau rasa sedih yang entah dari mana hingga yang tampak adalah sebuah senyum yang di kemas dari hati yang berusaha menyelami untuk bisa memahami setiap kata yang pernah ada.

Semoga kata itu adalah ungkapan yang lahir dari hati yang hendak menjalin sebuah persahabatan sejati. Dan berharap adalah satu cara untuk menjaga senyum itu tidak segerah berlalu. Sulit membayangkan akan bagaimana akhir kisah hidup seseorang yang berhenti dari berharap.

Namun kata itu tak akan cukup memberi arti dengan selesai diucapkan. Biarkan waktu membawa kita pada suatu masa di mana kita menyadari bahwa hari ini dan setiap hari yang akan terlewati telah menjadi sejarah yang akan jadi bukti betapa kita tak pernah lupa pada apa yang pernah ada dan pernah terucap. Lalu hari itu biarkan orang menilai dan mencatat sebagai bukti jika itu disebut sahabat sejati



Tidak ada komentar:

Posting Komentar